Jadwal pertunjukan Parade Teater
Kampus Bogor 2013 (Semua pertunjukan dimulai pukul 19.30 wib. HTM: Rp. 8.000,-
per pementasan. Lokasi: Gedung Kesenian Kemuning Gading, Komplek Balai Kota Bogor)
Rabu, 22 Mei 2013
“Sinbad – Pelayaran Ke-Tujuh” dipentaskan oleh Sanggar Nuun Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
Kamis, 23 Mei 2013
“Titik TItik Hitam” karya Naisyah Djamin dipentaskan oleh Teater Jendela Diploma IPB
Jumat, 24 Mei 2013
“Aduh Ujang” karya Joni Habibi dipentaskan oleh Teater Cawan Sanggar Seni Akademi Kimia Analisis
Sabtu, 25 Mei 2013
“Orang-orang Kasar” (The Boor) karya Anton Chekov dipentaskan oleh Sanggar Seni Teater Lentera Unida
Bulan Mei ini,
tepatnya tanggal 21-25 Mei 2013, Parad Teater Kampus Bogor akan digelar untuk
ke dua kalinya. Lima teater kampus sudah siap mempersembahkan karyanya dalam
program tahunan Dewan Kesenian & Kebudayaan Kota Bogor ini. Mereka adalah
Teater Cawan Sanggar Seni Akademi Kimia Analisis, Teater Jendela Diploma IPB,
Teater Karoeng FISIB Unpak, Sanggar Seni Teater Lentera Unida, dan sebagai
penampilan khusus tahun ini ialah tamu jauh dari Jogjakarta, Sanggar Nuun
Fakulktas Adab IAIN Sunan Kali Jaga Jogjakarta. Dari ke empat teater kampus
Bogor yang berpartisipasi, Teater Jendela Diploma IPB adalah kelompok yang
mengikuti kegiatan ini untuk pertama kalinya. Sebetulnya masih ada beberapa
kelompok teater kampus di Bogor, misalnya Komunitas Seni Budaya Masyarakat
Roempoet (KSBMR) Fahutan IPB, yang tahun ini tidak bisa berpartisipasi. Selain
KSBMR, ada juga Teater Pawon UIKA dan beberapa kelompok lain yang tampaknya
belum tersentuh.
Sedikit
menengok ke belakang, Parade Teater Kampus 2012 yang dilaksanakan untuk pertama
kalinya itu mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Hal itu terbukti
dari jumlah penonton yang rata-rata di atas 200 orang per malam. Diskusi yang
berjalan di setiap pertunjukan pun berjalan dinamis dan edukatif. Meskipun
kebanyakan penonton datang dari kalangan mahasiswa, tapi itu merupakan gejala
positif yang harus dikembangkan. Dari titik itu, ada harapan bahwa geliat
teater di Bogor akan menemukan titik yang lebih terang.
Abah Cherry,
yang tahun ini kembali menjadi Ketua Pelaksana dalam Parade Teater Kampus,
mengatakan bahwa persiapan program ini sudah matang dan tidak terlalu
menyulitkan. Proses demi proses dijalani satu persatu. Persoalannya tinggal
bagaiman kualitas pertunjukan yang nantinya ditampilkan.
“Sebetulnya
tinggal menunggu pelaksanaannya saja. Soal persiapan, kan, sudah ada pengalaman dari tahun kemarin. Jadi gak terlalu ribet.” Tutur Cherry dalam
wawancara yang kami lakukan.
Kelompok-kelompok
teater yang tampil memang tidak berasal dari kampus teater atau kampus kesenian.
Artinya, tidak ada dari mereka yang benar-benar mempelajari seni peran secara akademis,
hingga mau tak mau, pengetahuan yang mereka dapatkan pun bersifat random
(acak). Tapi di sisi lain, bukan berarti kualitas pertunjukan mereka tidak bisa
diperhitungkan. Setidaknya, para seniman kampus itu membuktikan bahwa mereka
tidak sekedar menyukai kesenian, tapi juga mau ikut memperjuangkannya. Bukan
tidak mungkin, geliat para seniman kampus ini akan mendongkrak atmosfir
kesenian di Bogor.
Untuk
menyikapi kondisi itulah, Abah Cherry membuat workshop bagi masing-masing
kelompok. Workshop tersebut berbentuk mentoring dalam proses pelatihan yang
dilakukan di Gedung Kesenian Kamuning Gading. Bagi Abah Cherry, justru proses
inilah yang paling penting, dimana mereka (Abah Cherry dan teater kampus –red)
mengevaluasi kemasan drama yang akan dipertunjukkan. Dalam evaluasi itulah Abah
Cherry memberikan pembelajaran dan membagi pengetahuannya.
Ketika ditanya
kenapa Abah Cherry tidak membuat workshop yang terbuka dan di luar kegiatan
Parade Teater Kampus, beliau mengatakan bahwa hal semacam itu seharusnya datang
dari kelompok-kelompok teater kampus itu sendiri.
“Kalau kita
yang buat, nanti kesannya menggurui.” Tambah Cherry.
Abah Cherry
memang muncul sebagai sosok yang sering mempersoalkan keilmuan dalam bidang
seni peran. Menurutnya, sebelum melangkah lebih jauh ke bentuk-bentuk
eksploratif, setiap aktor harus belajar dasar-dasar seni peran terlebih dahulu.
Untuk itulah Abah Cherry mewajibkan setiap kelompok yang tampil untuk membawakan
drama realis, karena ilmu seni peran itu adanya di realisme. Hal yang sama juga
dilakukan Cherry dalam kegiatan Festival Drama Juang, sebuah festival drama
untuk kalangan pelajar SMA dan se-derajat di Kota Bogor.
Di sisi lain,
kebijakan itu cukup kontroversial bagi beberapa kalangan. Ada yang beranggapan
bahwa hal semacam itu membatasi kreativitas seniman kampus, bahkan cenderung
membuat bentuk-bentuk pertunjukan teater menjadi monoton. Tapi dengan kembali
menelaah pemikiran dasar kebijakan itu, tampaknya apa yang dilakukan Abah
Cherry masuk akal dan relevan. Sedangkan untuk menjawab anggapan-anggapan
seperti yang disebutkan di atas, terlebih dahulu kita harus menyadari bahwa
Parade Teater Kampus adalah sebuah program pembinaan. Wilayah-wilayah eksplorasi
sebetulnya sudah memiliki medianya sendiri, misalnya dalam pagelaran-pagelaran
teater yang sering digelar masing-masing kelompok teater kampus. Pun jika itu
tidak cukup memuaskan, siapapun berhak membuat pagelaran atau festival teater
yang lebih terbuka. Sayangnya, sejauh ini belum ada yang berani membuat program
semacam itu, entah penyelenggara kegiatan swasta ataupun DK3B. Di DK3B sendiri,
kosongnya kursi Divisi Teater tampaknya membuat aspirasi-aspirasi semacam itu
hanya menjadi angin lalu.
Berkaitan
dengan rencana ke depan, Parade Teater Kampus Bogor adalah sebuah langkah awal
bagi Abah Cherry untuk membuat program yang lebih besar berbentuk festival
teater kampus dengan skala yang memungkinkan.
“Sekarang gak mungkin kita bikin festival tapi tuan rumahnya sendiri mainnya masih jelek.” Sindir
Abah Cherry dengan ringan.
Dapat juga dibaca di Buletin seni-budaya Kamuning edisi II 10 mei - 10 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar